Jumardi S. Ud : Begini Cara Membantu Siswa Belajar
Jumardi S. Ud |
Berikut beberapa hal yang dapat dilakukan guru agar siswa dapat menguasai keterampilan belajar secara lebih optimal. Pada saat yang sama, guru pun dapat mengurangi kesalahan-kesalahan yang sering terjadi. Hal ini sering terjadi, karena kurangnya pemahaman guru tanpa disadari justru menghambat tumbuhnya keterampilan belajar pada siswa.
Masa Prasekolah.
Pada masa prasekolah, menurut Ev. Anne Kartawijaya, M.Div dalam Eunike, yang paling penting bagi seorang anak didik adalah belajar mengenai bagaimana cara belajar, bukan sekadar belajar isi materi pelajaran. Untuk itu, guru dapat membantu melatih anak dengan beberapa cara, antara lain.
Melatih anak memulai dan menyelesaikan pekerjaan. Hal ini biarkan anak memilih permainan atau kegiatan tanpa didikte, beri kesempatan kepada anak untuk melakukan kegiatannya sampai selesai dan membereskan apa yang sudah dia kerjakan. Usahakan untuk tidak memotong permainan atau kegiatan anak dengan memberikan usulan lain. Biarkan dia menekuni apa yang sedang ia mainkan atau lakukan.
Berikutnya latih anak didik mengerjakan tugasnya sendiri. Hal ini ternyata harus dimulai sejak anak masih bayi. Ketika dia sudah mulai dapat menikmati mainan-mainan sederhana di ranjangnya, orangtua yang baru pertama kali punya anak biasanya akan sangat terdorong untuk selalu menemaninya bermain. Sesungguhnya anak perlu dilatih untuk mengisi waktunya sendiri dan bermain sendiri. Kebiasaan untuk selalu menemani bayi bermain dapat menciptakan kebergantungan pada orang lain. Kebiasaan ini dapat terus melekat menjadi pola belajar yang juga sangat bergantung pada orang lain.
Selanjutnya latih anak didik menyukai baca tulis. Hal ini dapat dilakukan dengan membiarkan anak didik membolak-balik buku-buku atau mencoret-coret kertas. Sering-seringlah memberi pujian. Kegiatan ini jauh lebih bermanfaat daripada permainan-permainan elektronik yang tampaknya lebih menarik. Ajaklah anak ke perpustakaan atau toko buku secara rutin dan biasakan untuk mengalokasikan dana untuk membeli buku sebanyak dana untuk membeli mainan. Bacakan cerita-cerita menarik dengan buku di tangan. Sediakan buku-buku menarik sebanyak mungkin segera setelah anak mulai dapat membaca.
Terus kembangkan minat anak untuk menulis dengan memberi kesempatan melatih kemampuan motoriknya untuk mencoret-coret atau menyusun abjad-abjad menjadi kata-kata sederhana yang bermakna.
Masa sekolah dasar, menurut Ev. Anne Kartawijaya, M.Div dalam Eunike, merupakan masa sangat penting bagi siswa untuk mengembangkan dasar-dasar pola belajar yang sudah ditanamkan pada masa prasekolah. Beberapa langkah yang dapat dilakukan guru untuk membangun keterampilan belajar siswa antara lain:
Mengembangkan kemampuan baca dan tulis siswa. Hal ini dilakukan dengan terus menciptakan kesempatan bagi siswa untuk mengembangkan kemampuan baca dan tulisnya. Tingkatkan kebiasaan berkunjung ke perpustakaan. Lebih baik siswa mendapat nilai PR pas-pasan akan tetapi program ini tetap berlangsung. Jika siswa terus dipaksa mengerjakan PR dan beban lainnya sehingga tidak sempat membaca dan menulis hal yang ia sukai, siswa akan kehilangan sukacita belajar yang justru sangat penting bagi kehidupannya. Dorong semangat siswa menulis dengan cara mengirimkan tulisan untuk majalah dinding sekolah atau majalah anak-anak, atau memperkenalkan dengan sahabat pena.
Kemudian bantu siswa membangun pola belajar mandiri. Hal ini bisa dimulai dengan menyusun jadwal belajar sendiri. Buatlah suatu papan jadwal dengan kartu-kartu kegiatan. Pada tahap awal, temani siswa menyusun rencana hariannya sehingga ia dapat memutuskan sendiri kapan mengerjakan kewajibannya dan kapan dia mempunyai waktu bersantai atau mengerjakan apa yang ia sukai. Dengan demikian, siswa tidak merasa didikte. Siswa juga akan belajar untuk mengerjakan apa yang disukai dan apa yang tidak disukai namun harus dikerjakan. Perlahan-lahan, latihlah siswa untuk mendahulukan tugas yang sulit sehingga dia tidak perlu cemas dan tegang pada malam hari karena tugas belum selesai.
Selanjutnya ajarkan siswa ketekunan dan ketelitian. Karena ada beberapa orangtua mengatakan bahwa sekolah umumnya hanya memberikan materi pelajaran, tetapi tidak mengajarkan cara belajar yang baik yang akan menumbuhkan ketekunan dan ketelitian. Maka dari itu, siswa harus dilatih untuk tekun yaitu dengan memberi kesempatan pada siswa untuk menyelesaikan sendiri pekerjaan yang mampu dia lakukan.
Perasaan puas dengan hasil pekerjaan sendiri merupakan suatu perasaan penting bagi siswa untuk tumbuhnya ketekunan. Akan sulit bagi siswa untuk menumbuhkan ketekunan jika dia merasa tugas-tugas yang dihadapi terlalu sulit untuk diselesaikan. Sebab itu, jika PR terlalu banyak atau sulit, guru harus membicarakan hal ini dengan orang tua murid.
Ketelitian juga dapat ditumbuhkan dengan cara meminta siswa memeriksa sendiri apa yang sudah dikerjakannya. Untuk pertama kali, dapat dibuat suatu perjanjian misalnya: "Jika jawaban soal-soal kali ini dikerjakan tanpa salah, besok Bapak/Ibu guru yang periksa. Kalau ada kesalahan satu saja, kita periksa bersama-sama. Tetapi jika soal kali ini ada kesalahan lebih dari satu, besok kamu harus periksa sendiri, baru setelah itu Bapak/Ibu guru yang periksa." Setelah siswa periksa sendiri masih ada kesalahan, guru jangan langsung menunjukkan kesalahan, tapi beri kesempatanan satu kali lagi untuk ia periksa sendiri.
Selanjutnya guru sebaiknya memberikan fasilitas belajar yang dibutuhkan untuk mengerjakan PR siswa. Misalnya ketika guru memberikan PR memahami teks cerita anak, siswa mengatakan, "Pak/Bu, kami tidak mengerti cara mengerjakannya. Kami tidak punya buku cerita anak di rumah". Mary Leonhardt menganjurkan agar situasi pada saat itu tidak dipakai untuk mengajar siswa tentang tanggung jawab. Saat itu adalah saatnya menunjukkan kepada siswa bahwa guru pun melihat pekerjaan rumahnya sangat penting, seperti yang ia rasakan. Tanpa perlu marah-marah kopilah teks cerita anak sebanyak siswa yang ada. Tanpa guru perlu katakan dengan nada marah, siswa akan berkata dalam hatinya: "Lain kali aku akan lebih berusaha menyelesaikan tugasku, sehingga Bapak/Ibu guru tidak perlu serepot ini." Jika guru tidak yakin siswa menyadari hal itu, katakan esok harinya: "Bapak/Ibu akan lebih senang jika kalian memperhatikan tugas lebih awal, sehingga kita dapat mempersiapkan lebih baik."
Kemudian berikan hadiah dengan bijaksana. Karena dengan memberikan hadiah akan mengajarkan siswa suatu nilai. Jika guru memberikan hadiah pada prestasi siswa, maka dia akan belajar bahwa yang bernilai adalah prestasi. Tapi jika guru memberikan hadiah pada proses, maka dia akan belajar bahwa proses lebih bernilai daripada prestasi. Mary Leonhardt menganjurkan agar guru memberikan hadiah bukan pada prestasi tapi proses. Misalnya dengan mengatakan, "Kamu boleh minjam buku ini setelah mengulang
pelajaran selama lima belas menit." Pujilah untuk kemampuan dia bertahan lama dalam belajar lebih daripada ketika dia berhasil mendapatkan nilai sepuluh dalam ulangan.
Pada masa remaja, ketika siswa masuk ke SMP, cara guru membimbing siswanya akan berubah 180 derajat. Jika pola yang diterapkan pada usia SD tetap diteruskan, hasilnya justru lebih sering kurang efektif atau bahkan akan gagal total. Untuk itu, guru perlu sangat hati-hati pada masa remaja ini sehingga dapat terus menjadi penolong bagi siswanya. Beberapa kiat yang dapat diterapkan pada masa ini antara lain:
Jangan terlalu banyak menanyakan tugas siswa. Kalau pada masa SD siswa sangat butuh dikontrol, ditanya dan dibimbing, pada masa remaja hal ini justru dapat menimbulkan penolakan yang luar biasa. Siswa yang memasuki masa remaja umumnya merasa sangat risih jika guru terlalu banyak ikut campur, apalagi sampai menanyakan apa yang dilakukan siswanya kepada teman-temannya. Pada masa ini guru harus lebih banyak memberikan kebebasan pada siswa untuk belajar secara mandiri, bahkan untuk bergumul dengan kegagalan maupun keberhasilan.
Kemudian berikan bantuan jika diminta dan usahakan bantuan seminimal mungkin. Guru perlu membantu jika siswa meminta bantuan. Tetapi, prinsipnya, jangan sampai siswa tergantung kepada guru dalam mengerjakan tugasnya. Berikan bantuan seperlunya saja. Bantuan tidak harus langsung untuk memecahkan masalah. Kadang-kadang, guru hanya perlu memberi rangsangan agar dia dapat memecahkan masalahnya sendiri. Berikan rangsangan supaya bukan selalu guru yang mengajari siswa, tetapi bagaimana siswa mengajari guru.
Selanjutnya jangan sepelekan masalah emosi, kesehatan dan status sosial. Hal ini karena menurunnya prestasi belajar tidak selalu karena kemampuan intelektual yang kurang atau karena kemalasan. Siswa remaja banyak diganggu oleh masalah emosi dalam pergaulan, kesehatan atau konflik di antara kelompok mereka. Guru perlu mendampingi siswa sebagai pendengar yang baik dan mencoba untuk memahami pergumulan mereka di luar lingkup kegiatan belajar di sekolah.
kadang-kadang tanpa menyinggung masalah nilai prestasi siswa dapat meningkat karena ia merasa sebagian beban hidupnya sudah dipikul bersama.
Hargai minat dan bakat siswa.
Siswa tidak harus selalu mendapat nilai bagus dalam semua bidang. Jika siswa lebih berminat pada matematika dan tidak mempunyai bakat dalam pelajaran bahasa, guru harus memberikan peluang kepada siswa untuk lebih menekuni matematika dan rela hati menerima nilai bahasa yang tidak setinggi nilai matematika. Arahkan mereka untuk memilih jurusan yang sesuai dengan bakatnya dan hargai minatnya itu.
Jika siswa memilih jurusan sesuai minatnya, kemungkinan untuk berprestasi jauh lebih besar dibandingkan jika dia memilih jurusan yang hanya sekadar memenuhi keinginan hati orangtuanya. Bicarakan ini dengan kedua orangtuanya. Siswa yang memilih jurusan yang bukan pilihannya sendiri cenderung bermasalah karena hatinya memberontak dan tidak puas.
Itulah beberapa hal yang harusnya diketahui oleh guru. Semoga dengan tulisan ini dapat memberi tambahan bekal dalam mendampingi siswa agar mereka dapat menguasai pelajaran dengan baik dan bertumbuh menjadi pribadi-pribadi yang mandiri dan berkarakter kuat.
Oleh : Jumardi S. Ud.
(Guru Pondok Pesantren YASIN Tembilahan)
Post a Comment