Atas Maraknya Nikah Siri, Aceh akan Legalkan Poligami
Foto : |
Saat ini, pihak Komisi VII sedang melakukan proses konsultasi draf rancangan qanun tersebut ke Jakarta, yakni ke Kementerian Agama (Kemenag) dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA). “Draf qanunnya sedang kita konsultasikan dan saat ini saya juga sedang berada di Jakarta untuk keperluan itu,” kata Wakil Ketua Komisi VII DPRA, Musannif, kepada Serambi, Jumat (5/7) siang.
Rancangan Qanun Hukum Keluarga ini, menurut Musannif, merupakan usulan pihak eksekutif (Pemerintah Aceh). DPRA lantas mempelajari draf yang diajukan itu dan menilai bahwa aturan yang terdapat di dalamnya bisa dijalankan di Aceh sebagai daerah yang bersyariat Islam.
Ketentuan yang diatur di dalam draf qanun ini, antara lain, menyangkut perkawinan, perceraian, harta warisan, dan poligami.
Musannif menyebutkan, di dalam ketentuan poligami itu ada diatur tentang syarat-syarat poligami, salah satunya harus ada surat izin yang dikeluarkan oleh hakim Mahmakah Syar’iyah. “Dalam hukum Islam, izin ini sebenarnya tidak diperlukan. Tetapi dalam syarat administrasi negara, kita mau itu harus ada sehingga tidak semua orang bisa melakukan poligami,” terangnya.
Syarat-syarat lainnya yang juga diatur adalah kemampuan secara ekonomi serta sehat jasmani dan rohani. Ketentuan jumlah istri juga disesuaikan dengan hukum Islam, yakni dibatasi sampai empat orang, dan jika menginginkan lebih dari itu, maka salah satunya harus diceraikan.
“Dalam hukum Islam, laki-laki dibolehkan menikahi perempuan sampai empat orang. Cuma terkadang laki-laki ini kan berpikir hanya pada frase ‘dibolehkan sampai empat’, sedangkan ayat sesudahnya ‘yang berkeadilan’ nggak dipikirkan. Nah, berkeadilan itu yang paling penting yang kita mau tuju, jangan waktu dia mau ambil fasilitas, kewajibannya nggak dijalankan,” pungkas Musannif.
Berkeadilan inilah yang juga melandasi perlunya dibuat aturan yang melegalkan poligami. Sebab, selama ini, diatur atau tidak, poligami marak terjadi di Aceh, hanya saja dilakukan melalui nikah siri atau pernikahan di bawah tangan. Akibatnya, kaum perempuan mendapat ketidakadilan dan tidak terlindungi hak-haknya sebagai istri atau ibu dari anak yang lahir dalam pernikahan siri.
“Jadi, Qanun Hukum Keluarga ini hadir untuk melindungi kaum perempuan. Ada hak kaum perempuan dan anak-anak yang tak bisa diabaikan. Selama ini, kalau kawin siri yang laki-laki saja yang enak, sedangkan yang perempuannya nggak enak. Nah, ini yang terjadi,” ujar Musannif.
Secara pribadi, Musannif juga setuju jika poligami dilegalkan di Aceh. “Daripada menghindari poligami, antipoligami, tetapi yang terjadi di lapangan justru poligami secara siri,” cetus politikus PPP ini.
Pihaknya menyadari bakal banyak sorotan terkait dilegalkannya aturan tentang poligami tersebut di Aceh, terutama dari LSM-LSM yang concern pada isu-isu gender. Oleh karena itu, dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) yang dijadwalkan pada Agustus nanti, pihaknya juga turut mengundang LSM-LSM tersebut. “Kita akan undang mereka, kita mau dengar, dari sisi gender itu apa yang menyebabkan mereka tidak setuju dengan poligami?” tegas Musannif.
Saat ini proses pembahasan terhadap Rancangan Qanun Hukum Keluarga sudah hampir rampung dan sudah sampai pada tahap konsultasi di Kemenag dan Kemen PPPA. Dari Kemenag, kata Musannif, tidak ada hal yang dipermasalahkan asal sesuai dengan Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang sudah lama disusun.
“Hanya saja saat di Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, yang menerima kami kebetulan nonmuslim. Jadi, dia mempersoalkan poligami. Sebagi, nonmuslim tidak mengenal konsep poligami, hanya kenal monogami. Berikutnya, mengenai syarat menikah harus bebas narkoba dan harus ada surat kesehatan, itu juga dipersoalkan karena melanggar HAM,” ujar Musannif.
Kepala Biro Hukum Pemerintah Aceh, Dr Amrizal J Prang membenarkan bahwa usulan Qanun Hukum Keluarga yang di dalamnya membahas salah satu norma, yakni terkait poligami dalam keluarga, adalah usulan dari Pemerintah Aceh (eksekutif) melalui Dinas Syariat Islam.
«Iya (usulan eksekutif), melalui Dinas Syariat Islam. Mekanismenya, memang secara qanun sesuai dengan UUPA, masing-masing SKPA mengusulkan qanun yang berkaitan dengan tupoksi mereka. Kalau ini diusulkan oleh Dinas Syariat Islam,» kata Amrizal J Prang menjawab Serambi di Banda Aceh kemarin.
Amrizal sendiri mengaku menjadi salah satu tim pembahas qanun yang sedang digodok tersebut. Namun, hingga saat ini dirinya belum mengetahui secara detail, bahkan belum membaca draf usulan tersebut dengan saksama. «Kebetulan dalam beberapa saat ini waktunya padat sekali, beberapa kali waktu pembahasan belum sempat saya ikuti, sehingga substansinya belum begitu detail saya pahami,» katanya.
Namun, secara umum dia jelaskan bahwa kehadiran qanun itu nantinya ada beberapa hal yang diatur tentang hukum keluarga dalam konteks syariat, berbeda dengan hukum keluarga secara umum. «Banyak norma di dalamnya, berkaitan dengan pernikahan, anak, hubungannya, perceraian, dan salah satunya mungkin itu (poligami). Ya, tentu ini akan ada perdebatan dan pembahasan yang alot nantinya,» Amrizal memprediksi.
Namun, ia pastikan bahwa qanun yang saat ini sedang digodok itu akan diuji publik terlebih dulu, sebagaimana tahapan dalam pembuatan qanun di Pemerintah Aceh, baik eksekutif maupun legislatif.
Menurutnya, saat ini qanun itu masih dalam tahapan pembahasan di internal DPRA dan Pemerintah Aceh. «Setelah ini akan ada RPDPU dengan publik di Aceh secara umum. Ini pun baru beberapa kali pertemuan, ada tahap konsultasi juga ke kementerian, ada fasilitasi, dan masih panjang pembahasannya,» kata Amrizal.
Saat ditanya isi detail draf qanun tersebut, Amrizal meminta Serambi untuk mengonfirmasi langsung ke Dinas Syariat Islam Aceh. «Mungkin bisa ditanyakan detail ke Kadis Syariat Islam, karena drafnya dari mereka. Dan apakah mereka sudah membahas sampai ke sana (poligami), itu bisa ditanyakan langsung. Kalau pada mereka, filosofi tentang qanun itu akan lebih tergambar,» demikain Amrizal J Prang.
Sumber : Serambinews
Post a Comment